About
Blogger news
Rabu, 13 Februari 2013
Cara Menggali Kreativitas dengan Cinta dan Kasih
Kita semua sepaham dan sepakat bahwa anak-anak adalah masa depan bangsa.
Mereka adalah tunas-tunas muda yang siap tumbuh dan berkembang mengisi jaman.
Daun tua berguguran, tunas-tunas muda kan bersemi.
Itulah senandung nyanyian kepastian alam yang tidak satupun manusia mampu mengelaknya.
Anak adalah bintang anak jaman. Anak-anak lahir penuh kesucian membawakan kabar kegembiraan. Ketelanjangannya menyiratkan kebebasan dari semua nilai kepalsuan. Kepolosan dan keluguan seorang bocah menjadi simbol kejujuran. Keceriaan, kelucuan, dan segala tingkah yang dibawa anak-anak merangkum segala sifat keindahan dan nilai-nilai kesurgaan. Anak-anak menjadi utusan Tuhan untuk bercermin bagi semua manusia yang telah terlebih dahulu mendahuluinya hadir di muka bumi.
Setiap orang tua dan orang dewasa pada umumnya, sudah pasti selalu mengharapkan anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang ceria, cerdas, tangkas, mandiri, beriman, bertaqwa, dan berakhakulkarimah. Anak menjadi tumpuan cita-cita dan harapan bagi orang tua. Siang-malam, pagi-petang, orang tua kerja keras dan banting tulang, diantaranya adalah demi membahagiakan semua anak-anaknya. Anak menjadi sumber inspirasi, semangat, sekaligus energi bagi orang tuanya untuk melakukan segala hal. Perlu digarisbawahi bahwa konteks yang diperbincangkan tenu saja dalam kerangka nilai positif dan berkesesuaian dengan kehendak Tuhan.
Anak terlahir ke muka bumi sebagai buah cinta kasih sesama manusia. Sifat cinta kasih terpancar dari sumber dari segala sumber cinta kasih, yaitu Sang Maha Cinta Kasih, Allah SWT. Anak menjadi amanah dan titipan cinta kasih dari Tuhan kepada setiap manusia yang dipercayai-Nya. Oleh karena itu tiada lain dan tiada bukan, setiap orang tuapun harus senantiasa mencurahkan segenap rasa cinta kasih sayangnya kepada setiap anak-anaknya.
Rasa sayang yang dilandasi jiwa penuh cinta kasih merupakan pupuk terbaik bagi perkembangan dan pertumbuhan fisik maupun jiwa seorang anak. Rasa cinta dalam membesarkan anak akan menumbuhkan rasa keikhlasan dalam setiap tindakan yang ditujukan untuk kepentingan anak. Orang tua rela kerja keras, rela menahan haus dan lapar, rela menanggung hutang, rela menangguhkan kesenangan dunia demi mencukupi segala kebutuhan anak-anaknya. Jikalaupun sang anak sedang sakit, maka dengan segala upaya dicarikan obat dan usaha untuk kesembuhan si anak. Bahkan dengan segala kerelaan, dimohonkannya kepada Tuhan kiranya dapat dipindahkan rasa sakit yang dirasakan anaknya ke dalam tubuhnya sedemikian sehingga anaknya tercinta terbebas dari derita rasa sakit.
Cinta melahirkan keikhlasan. Cinta dan keikhlasan kemudian akan membawa kepada keberkahan hidup. Keberkahan hidup adalah setiap kondisi kehidupan yang selalu selaras dengan kehendak dan keinginan Tuhan. Manusia yang mendapatkan keberkahan hidup akan merasakan hidupnya penuh ketentraman, kedamaian, keheningan, dan segala macam bentuk kebahagian sejati. Bukankah ini cita-cita semua manusia?
Selanjutnya dari sebuh rumah tangga, dari sebuah keluarga yang diberkahi dengan segala rahmat Tuhan itu pasti akan tumbuh anak-anak yang memiliki kreativitas yang tinggi. Kreativitas itu tidak hanya sekedar hadir karena sebuah proses pelatihan ataupun pembiasaan, akan tetapi kreativitas yang ada justru merupakan bimbingan langsung dari tangan-tangan Tuhan yang benar-benar bekerja atas setiap makhluk-Nya. Di sinilah kuncinya menghadirkan Tuhan dalam setiap keberkahan yang diturunkan-Nya.
Jaman memang sudah menjadi jaman edan. Manusia sekedar mengejar nilai-nilai semua bagi pemuasan nafsu dan ambisinya. Kebahagiaan hanya diukur sebatas pemenuhan kebutuhan fisik dan jasmaniah semata. Demikian halnya dalam proses pendidikan seorang anak. Orang tua merasa diri merekalah yang paling tahu, paling mengerti dan paham mengenai hal yang terbaik bagi anak-anaknya. Akibatnya orang tua mendidik anak dengan dekte dan dotrin. Segala hal direncakan dan diarahkan sesua dengan keingian dan kehendak orang tua. Pendidikan dengan cara yang demikian justru akan membunuh bibit-bibit kreativitas yang telah dianugerahkan oleh Tuhan.
Orang tua dapat saja memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam setiap mata pelajaran, ikut les sana privat sini, demi mengejar prestasi akademik. Orang tuapun bisa mengirimkan anaknya les piano, les gitas, menari, olah raga dan lain sebagainya. Orang tua yang “agamis-pun” dapat mengirimkan anaknya sekolah di sekolah agamis, atau bahkan pesantren, namun semua itu akan menjadi percuma apabila tidak diiringi dan dilandasi dengan “rasa”. Segala hal kebaikan akan menjadi hambar dan hampa apabila tidak diruhi dengan landasan rasa yang mantap.
Hanya segala hal yang dilakukan dengan penuh rasa dan perasaan akan membangkitkan ruh, energi dan daya hidup. Melukis, menulis, berhitung, berbicara dan bertindak apapun akan menjadi bernilai jika diiringi dengan kehadiran hati dan kepenuhan jiwa. Inilah kunci segala kreativitas anak. Dari penjiwaan kreativitas akan tumbuh karya-karya keindahan yang penuh ruh kemanfaatan bagi setiap roda kehidupan. Cinta kasih, keberkahan, kreativitas, karya cipta, kebahagian, kententraman, kedamaian merupakan rangkaian rantai kehidupan yang berhubungan erat satu sama lain membentuk jalinan rantai siklus yang tiada akan pernah terputus jikalau manusia menginginkan keselarasan hidup dengan manusia lain, alam, terlebih dengan Tuhan. Kesadaran ini sangat penting untuk masa depan anak-anak kita, dan tentu saja untuk dunia dan alam semesta raya!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar