About

Welcome To MD Blogger : I Hope The Information Provided Can Be Useful For You.

Blogger news

Jumat, 01 Maret 2013

Ketika Kedewasaan Diukur dari Karakter


Begitu banyak cara untuk menunjukkan seberapa kesal kita pada seseorang. Kita mungkin menerimanya secara wajar sebagaimana makhluk sosial lain yang patut dihargai dan dihormati. Tapi tunggu dulu kalau kita sedang atau terus antipati kepadanya. Contohnya sering kita alami, kok. Misalnya dengan menilai seseorang tidak dewasa sementara diri sendiri merasa dewasa. Ketika ego kita mengharuskan diri kita untuk berada di posisi yang benar sementara yang lain keliru.

Sangat manusiawi, pada dasarnya setiap manusia memang perlu mengalah karena apa yang diterimanya diyakini sebagai sesuatu yang benar. Tapi dalam beberapa karakter manusia tertentu, ada sifat-sifat pembelaan luar biasa dari dirinya, yang tercipta dari ego yang pula luar biasa kuat.
Saya bukan ‘anak’ psikologi, tapi pernah punya mantan pacar yang datang dari jurusan Psikologi. Jadi bisa belajar banyak darinya. Dan inilah pemaparan saya selanjutnya mengenai hal ini. Bagaimana kedewasaan diukur dari beberapa aspek.


menurut ahli psikologi Ellizabeth B Hurlock, tahap perkembangan manusia dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
Dan jika kau  menempati posisi nomor 8-lah kita berada, pernahkah kau bertanya pada diri sendiri ?Sudahkah kau dewasa? Mari kita hisap teori G.W Alport mengenai perkembangan psikologi manusia tahap kedewasaan.

1. Kau dikatakan dewasa jika mampu memosisikan diri sejenak di posisi orang lain. Itulah yang saya tangkap dari teori pertamanya yang berbunyi ‘extension of self”. Jadi bisa dibayangkan jika kau banyak mengeluh soal bosmu yang memang wajar bertipikal bossy atau tipe penyuruh. Dari sisi ego, kau menganggap si bos menunjukkan kebencian atau kekesalan, tapi di sisi lain kau pasti bisa memosisikan diri sebagai atasan yang juga terepresi (’ditekan’) oleh atasan lain yang berada di atasnya. Alangkah bagus mengurai ranah personal dan ranah profesional. Menujukkan egoisme atau memikirkan diri sendiri tidak akan mengubah apapun selain mencipta tingkah kekanakan yang tolol.

2. Kau dikatakan dewasa jika mampu melihat dirimu sendiri secara objektif (self objection). Kau jugalah seorang manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, kau tak harus marah atau tidak menerima kritik atau saran yang diberikan kawanmu. Berbagai macam pandangan dan penilaian seseorang  terhadap kita haruslah dijadikan intropeksi diri, bukan malah melawannya dengan ego sehingga malah memperburuk keadaan.

3. Kau dikatakan dewasa jika memiliki falsafah hidup tertentu (unifyng philosophy of life). Biasanya berhubungan dengan etika dan agama. Ketika kau tak bisa berbuat seenak udel sendiri dalam kehidupan, sebab selalu ada orang yang diam-diam mengkritisi perilakumu. Apalagi melakukan perbuatan yang kelewat ekstrem seperti melakukan tindak anarkisme, korupsi, atau melanggar syariat Islam (jika kau muslim).

Tidak ada komentar: